Otonomi Daerah
1. Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi sesungguhnya diambil dari bahasa Yunani, dari kata “autos” yang bisa diterjemahkan sebagai sendiri, dan “namos” yang berarti undang-undang atau peraturan. Jika disambung dan diartikan berarti maknanya adalah aturan sendiri. Sehingga maksud dari Otonomi Daerah adalah wilayah dengan batas – batas tertentu yang mempunyai aturannya sendiri.
Menurut UU No.32 tahun 2004, arti dari Otonomi Daerah adalah “hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom guna mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya serta kepentingan masyarakat seseuai dengan undang-undang yang berlaku”
Tidak jauh dari arti yang sudah disebutkan dalam Undang-Undang, di dalam Kamus Hukum dan Glosarium, Otonomi Daerah dapat diartikan sebagai kewenangan yang bertujuan untuk melakukan pengaturan serta pengurusan kepentingan masyarakat sesuai dengan karsa sendiri, yang didasari oleh aspirasi dari masyarakat sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.
1.1 Pelaksanaan Otonomi Daerah pada Masa Orde Baru
Sejak tahun 1966, pemerintah Orde Baru berhasil membangun suatu pemerintahan nasional yang kuat dengan menempatkan stabilitas politik sebagai landasan untuk mempercepat pembangunan ekonomi Indonesia. Politik yang pada masa pemerintahan Orde Lama dijadikan panglima, digantikan dengan ekonomi sebagai panglimanya, dan mobilisasi massa atas dasar partai secara perlahan digeser oleh birokrasi dan politik teknokratis. Banyak prestasi dan hasil yang telah dicapai oleh pemerintahan Orde Baru, terutama keberhasilan di bidang ekonomi yang ditopang sepenuhnya oleh kontrol dan inisiatif program-program pembangunan dari pusat. Dalam kerangka struktur sentralisasi kekuasaan politik dan otoritas administrasi inilah, dibentuklah Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Mengacu pada UU ini, Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban Daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Selanjutnya yang dimaksud dengan Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah tertentu yang berhak, berwenang dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Undang-undang No. 5 Tahun 1974 ini juga meletakkan dasar-dasar sistem hubungan pusat-daerah yang dirangkum dalam tiga prinsip:
- Desentralisasi, penyerahan urusan pemerintah dari Pemerintah atau Daerah tingkat atasnya kepada Daerah menjadi urusan rumah tangganya;
- Dekonsentrasi, pelimpahan wewenang dari Pemerintah atau Kepala Wilayah atau Kepala Instansi Vertikal tingkat atasnya kepada Pejabat-pejabat di daerah; dan
- Tugas Pembantuan (medebewind), tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada Pemerintah Daerah oleh Pemerintah oleh Pemerintah Daerah atau Pemerintah Daerah tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.
Dalam kaitannya dengan Kepala Daerah baik untuk Dati I (Provinsi) maupun Dati II (Kabupaten/Kotamadya), dicalonkan dan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dari sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang calon yang telah dimusyawarahkan dan disepakati bersama antara Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/Pimpinan Fraksi-fraksi dengan Menteri Dalam Negeri, untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya,dengan hak, wewenang dan kewajiban sebagai pimpinan pemerintah Daerah yang berkewajiban memberikan keterangan pertanggungjawaban kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sekurang-kurangnya sekali setahun, atau jika dipandang perlu olehnya, atau apabila diminta oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, serta mewakili Daerahnya di dalam dan di luar Pengadilan.
Berkaitan dengan susunan, fungsi dan kedudukan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, diatur dalam Pasal 27, 28, dan 29 dengan hak seperti hak yang dimiliki oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat (hak anggaran; mengajukan pertanyaan bagi masing-masing Anggota; meminta keterangan; mengadakan perubahan; mengajukan pernyataan pendapat; prakarsa; dan penyelidikan), dan kewajiban seperti a) mempertahankan, mengamankan serta mengamalkan PANCASILA dan UUD 1945; b)menjunjung tinggi dan melaksanakan secara konsekuen Garis-garis Besar Haluan Negara, Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat serta mentaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku; c) bersama-sama Kepala Daerah menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah dan peraturan-peraturan Daerah untuk kepentingan Daerah dalam batas-batas wewenang yang diserahkan kepada Daerah atau untuk melaksanakan peraturan perundangundangan yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Daerah; dan d) memperhatikan aspirasi dan memajukan tingkat kehidupan rakyat dengan berpegang pada program pembangunan Pemerintah.
Dari dua bagian tersebut di atas, tampak bahwa meskipun harus diakui bahwa UU No. 5 Tahun 1974 adalah suatu komitmen politik, namun dalam praktiknya yang terjadi adalah sentralisasi (baca: kontrol dari pusat) yang dominan dalam perencanaan maupun implementasi pembangunan Indonesia. Salah satu fenomena paling menonjol dari pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1974 ini adalah ketergantungan Pemda yang relatif tinggi terhadap pemerintah pusat.
Pelaksanaan Otonomi Daerah setelah Masa Orde Baru
Upaya serius untuk melakukan desentralisasi di Indonesia pada masa reformasi dimulai di tengah-tengah krisis yang melanda Asia dan bertepatan dengan proses pergantian rezim (dari rezim otoritarian ke rezim yang lebih demokratis). Pemerintahan Habibie yang memerintah setelah jatuhnya rezim Suharto harus menghadapi tantangan untuk mempertahankan integritas nasional dan dihadapkan pada beberapa pilihan yaitu:
- melakukan pembagian kekuasaan dengan pemerintah daerah, yang berarti mengurangi peran pemerintah pusat dan memberikan otonomi kepada daerah;
- pembentukan negara federal; atau
- membuat pemerintah provinsi sebagai agen murni pemerintah pusat.
Pada masa ini, pemerintahan Habibie memberlakukan dasar hukum desentralisasi yang baru untuk menggantikan Undang-Undang No. 5 Tahun 1974, yaitu dengan memberlakukan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Beberapa hal yang mendasar mengenai otonomi daerah dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang sangat berbeda dengan prinsip undang-undang sebelumnya antara lain :
- Dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 pelaksanaan otonomi daerah lebih mengedepankan otonomi daerah sebagai kewajiban daripada hak, sedang dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 menekankan arti penting kewenangan daerah dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat melalui prakarsanya sendiri.
- Prinsip yang menekankan asas desentralisasi dilaksanakan bersama-sama dengan asas dekonsentrasi seperti yang selama ini diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tidak dipergunakan lagi, karena kepada daerah otonom diberikan otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Hal ini secara proporsional diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. Di samping itu, otonomi daerah juga dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi yang juga memperhatikan keanekaragaman daerah.
- Beberapa hal yang sangat mendasar dalam penyelenggaraan otonomi daerah dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, adalah pentingnya pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas mereka secara aktif, serta meningkatkan peran dan fungsi Badan Perwakilan Rakyat Daerah. Oleh karena itu, dalam Undang-undang ini otonomi daerah diletakkan secara utuh pada daerah otonom yang lebih dekat dengan masyarakat, yaitu daerah yang selama ini berkedudukan sebagai Daerah Tingkat II, yang dalam Undang-undang ini disebut Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.
- Sistem otonomi yang dianut dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 adalah otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab, di mana semua kewenangan pemerintah, kecuali bidang politik luar negeri, hankam, peradilan, moneter dan fiskal serta agama dan bidang-bidang tertentu diserahkan kepada daerah secara utuh, bulat dan menyeluruh, yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
- Daerah otonom mempunyai kewenangan dan kebebasan untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakat. Sedang yang selama ini disebut Daerah Tingkat I atau yang setingkat, diganti menjadi daerah provinsi dengan kedudukan sebagai daerah otonom yang sekaligus wilayah administrasi, yaitu wilayah kerja Gubernur dalam melaksanakan fungsi-fungsi kewenangan pusat yang didelegasikan kepadanya.
- Kabupaten dan Kota sepenuhnya menggunakan asas desentralisasi atau otonom. Dalam hubungan ini, kecamatan tidak lagi berfungsi sebagai peringkat dekonsentrasi dan wilayah administrasi, tetapi menjadi perangkat daerah kabupaten/kota. Mengenai asas tugas pembantuan dapat diselenggarakan di daerah provinsi, kabupaten, kota dan desa. Pengaturan mengenai penyelenggaraan pemerintahan desa sepenuhnya diserahkan pada daerah masing-masing dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah.
- Wilayah Provinsi meliputi wilayah laut sepanjang 12 mil dihitung secara lurus dari garis pangkal pantai, sedang wilayah Kabupaten/Kota yang berkenaan dengan wilayah laut sebatas 1/3 wilayah laut provinsi.
- Pemerintah Daerah terdiri dari Kepala Daerah dan perangkat daerah lainnya sedang DPRD bukan unsur pemerintah daerah. DPRD mempunyai fungsi pengawasan, anggaran dan legislasi daerah. Kepala daerah dipilih dan bertanggung jawab kepada DPRD. Gubernur selaku kepala wilayah administratif bertanggung jawab kepada Presiden.
- Peraturan Daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD sesuai pedoman yang ditetapkan Pemerintah, dan tidak perlu disahkan oleh pejabat yang berwenang.
- Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangannya lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah, daerah, daerah yang tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah dapat dihapus dan atau digabung dengan daerah lain. Daerah dapat dimekarkan menjadi lebih dari satu daerah, yang ditetapkan dengan undang-undang.
- Setiap daerah hanya dapat memiliki seorang wakil kepala daerah, dan dipilih bersama pemilihan kepala daerah dalam satu paket pemilihan oleh DPRD.
- Daerah diberi kewenangan untuk melakukan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, pendidikan dan pelatihan pegawai sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah, berdasarkan nama, standar, prosedur yang ditetapkan pemerintah.
- Kepada Kabupaten dan Kota diberikan otonomi yang luas, sedang pada provinsi otonomi yang terbatas. Kewenangan yang ada pada provinsi adalah otonomi yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota, yakni serangkaian kewenangan yang tidak efektif dan efisien kalau diselenggarakan dengan pola kerja sama antar Kabupaten atau Kota. Misalnya kewenangan di bidang perhubungan, pekerjaan umum, kehutanan dan perkebunan dan kewenangan bidang pemerintahan tertentu lainnya dalam skala provinsi termasuk berbagai kewenangan yang belum mampu ditangani Kabupaten dan Kota.
- Pengelolaan kawasan perkotaan di luar daerah kota dapat dilakukan dengan cara membentuk badan pengelola tersendiri, baik secara intern oleh pemerintah Kabupaten sendiri maupun melalui berkerja sama antar daerah atau dengan pihak ketiga. Selain DPRD, daerah juga memiliki kelembagaan lingkup pemerintah daerah, yang terdiri dari Kepala Daerah, Sekretariat Daerah, Dinas-Dinas Teknis Daerah, Lembaga Staf Teknis Daerah, seperti yang menangani perencanaan, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, pengawasan dan badan usaha milik daerah. Besaran dan pembentukan lembaga-lembaga itu sepenuhnya diserahkan pada daerah. Lembaga pembantu Gubernur, Pembantu Bupati/Wali Kota, Asisten Sekwilda, Kantor Wilayah dan Kandep dihapus.
- Kepala Daerah sepenuhnya bertanggung jawab kepada DPRD, dan DPRD dapat meminta Kepala Daerahnya berhenti apabila pertanggungjawaban Kepala daerah setelah 2 (dua) kali tidak dapat diterima oleh DPRD.
1.1 Menurut para ahli, definisi Otonomi Daerah adalah sebagai berikut ini:
- WIDJADJA
Merupakan sebuah bentuk dari desentralisasi pemerintah yang tujuannya untuk pemenuhan kepentingan negara dengan menggunakan upaya yang dibuat lebih baik untuk mendekatkan tujuan dari pemerintah supaya cita – cita masyarakat yang adil dan makmur bisa terwujud. Desentralisasi sendiri bisa diartikan sebagai wewenang oleh pemerintah pusat untuk pemerintah daerah agar mengurus wilayahnya sendiri.
- SYARIF SALEH
Beliau mengartikan Otonomi Daerah sebagai hak yang mengatur dan memerintah wilayahnya sendiri, dimana hal itu merupakan pemberian hak dari pemerintah pusat.
- BENYAMIN HOESEIN
Menurutnya, Otonomi Daerah itu adalah pemerintahan yang diselenggarakan oleh dan untuk rakyat, yang termasuk ke dalam wilayah nasional suatu negara namun secara informal pemerintahannya berada di luar dari pemerintah pusat.
- VINCENT LEMIUS
Dalam pengartiannya, Otonomi Daerah merupakan sebuah kebebasan atau kewenangan untuk pembuatan keputusan politik dan administrasi yang semuanya berlandaskan pada peraturan yang ada pada Undang – Undang.
2. PRINSIP OTONOMI DAERAH
Pelaksanaan otonomi daerah dititik beratkan pada pemerintahan Kabupaten. Hal tersebut berdasarkan atas beberapa pertimbangan seperti :
- Jika dilihat dari segi politik, Daerah Kabupaten dianggap kurang memiliki fanatisme kedaerahan. Hal tersebut dapat meminimalisasi terjadinya gerakan separatisme serta peluang berkembangnya aspirasi federalis.
- Jika dilihat dari segi administratif, di daerah kabupaten pelayanan kepada masyarakat serta penyelenggaraan pemerintahan akan lebih efektif
- Selain itu, daerah Kabupaten merupakan daerah yang paling mengerti potensi serta kebutuhan rakyat di daerahnya. Hal tersebut menjadikan Kabupaten sebagai ujung tombak dari pembangunan negara
Atas dasar-dasar tersebut, maka prinsip otonomi yang dianut oleh pemerintah adalah :
- Nyata, dimana otonomi benar-benar dibutuhkan sesuai dengan situasi maupun kondisi obyektif daerah
- Bertanggungjawab, dimana otonomi diberikan untuk melancarkan pembangunan di seluruh pelosok tanah air
- Dinamis, dimana otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan agar lebih maju dan lebih baik.
Menurut Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 prinsip-prinsip pelaksanaan otonomi daerah adalah :
- Otonomi daerah diselenggarakan dan dilaksanakan berdasarkan aspek-aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, potensi, dan keanekaragaman daerah
- Otonomi daerah dilaksanakan pada otonomi luas, nyata, dan bertabggung jawab
- Otonomi daerah yang luas dan utuh pelaksanaannya diletakkan pada pemerintahan kabupaten dan Kota, sedangkan untuk otonomi terbatas diletakkan pada daerah propinsi.
- Otonomi daerah harus dilaksanakan sesuai konstitusi negara agar keserasian hubungan antara pemerintah pusat dan daerah, maupun pemerintah antar daerah bisa terjamin.
- Otonomi daerah dilaksanakan agar kemandirian daerah otonom lebih meningkat, dan karenanya di daerah Kabupaten maupun daerah kota, wilayah administrasi tidak akan ada lagi.
- Pembinaan terhadap kawasan khusus dilakukan oleh pemerintah maupun pihak lainnya seperti Badan otorita, Kawasan pertambangan, kawasan pelabuhan, kawasan kehutanan, kawasan wisata, kawasan perkotaan, dan lain sebagainya berlaku ketentuan daerah otonom.
- Otonomi daerah dilaksakana agar peranan dan fungsi badan legislatif daerah, baik sebagai fungsi legislasi, fungsi pengawas, maupun fungsi anggaran atas pelaksanaan pemerintahan daerah menjadi lebih meningkat
- Asas Dekonsentrasi pelaksanaannya diletakkan pada daerah propinsi sebagai wilayah administrasi guna menjalankan kewenangan tertentu dari pemerintah yang dilimpahkan kepada Gubernur yang bertindak sebagai wakil pemerintah.
- Asas Tugas pembantuan, dimungkinkan untuk dilaksanakan tidak hanya dari pemerintah kepada desa yang diiringi dengan adanya pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan melaporkan pelaksanaan dan bertanggung jawab kepada pemberi tugas.
Kelahiran otonomi daerah di Indonesia sebagai akibat dari perubahan kondisi politik, dimana pada tahun 1998 pemerintah dirasa telah menimbulkan kondisi dimana rakyat menjadi marah atas sistem pemerintahan sentralistis yang dijalankan untuk menuju pola masyarakat yang menjanjikan kebebasan. Berbagai masalah dan konflik baik vertikal maupun horisontal banyak bermunculan atas konsep otonomi yang dijalankan pada saat itu. Adapun masalah yang ditimbulkan antara lain adalah :
- Pudarnya negara kesatuan Republik Indonesia
- Jalur Komando yang semakin melemah
- Konglomeratokrasi semakin kuat
- Urusan rakyat menjadi terabaikan.
3. ASAS OTONOMI DAERAH
Agar Otonomi Daerah dapat berjalan sesuai dengan Undang-Undang dan peraturan yang berlaku, perlu adanya asas yang diterapkan, diantaranya adalah sebagai berikut ini:
- TUGAS PEMBANTUAN (MEDEBEWIND)
Asas ini berdasarkan pada penugasan suatu urusan dari pusat ke daerah yang lebih rendah tingkatannya. Misalnya dari pemerintah pusat ke kabupaten atau kota untuk melakukan kewenangan pusat yang juga sudah menjadi kewenangan daerah. Tentang Tugas Pembantuan ini semua sudah diatur dalam undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, (desa membantu dalam urusan pemerintahan yang ditugaskan daerah).
Ada dua hal yang terkandung dalam tugas pembantuan ini, yaitu adanya penyiratan antara hubungan atasan dan bawahan. Dimana atasan adalah pemerintaha pusat, dan pemerintahan daerah berlaku sebagai bawahan yang membantu pusat untuk melaksanakan tugasnya dalam menyelenggarakan negara.
- DEKONSENTRASI
Maksud dari asas ini ialah pemberian wewenang dari pemerintahan pusat kepada alat – alat mereka yang berada di daerah untuk melakukan penyelenggaraan urusan tertentu yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, wewenang didelegasikan.
Tanpa kehilangan wewenangnya, pemerintah daerah akan melaksanakan tugas atas nama pemerintah pusat. Penyebaran wewenang diberikan pada petugas-petugas yang telah ditunjuk di setiap wilayah untuk selanjutnya diberikan tugas administratif atau tata usaha untuk keberlangsungan penyelenggaraan negara.
- DESENTRALISASI
Merupakan wewenang yang diberikan oleh pemerintahan pusat untuk pemerintahan daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri. desentralisasi ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Dengan adanya asas ini maka:
- Hubungan antara daerah dan pusat bisa mewujudkan kesejahteraan sosial di daerah yang bersangkutan
- Hubungan antara daerah dan pusat antar satu dengan yang lainnya bisa berbeda-beda
- Hubungan antara daerah dan pusat yang terjalin tidak boleh membuat hak-hak rakyat menjadi berkurang, malahan rakyat turut serta dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah
- Hak-hak daerah tidak boleh untuk berprakarsa dalam hubungan antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah
4. DASAR HUKUM OTONOMI DAERAH
4.1 Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
Menurut UUD tahun 1945, terdapat dua nilai dasar pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah, yaitu :
- Nilai Unitaris. Nilai ini diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak memiliki kesatuan pemerintahan yang lain di dalamnya yang bersifat negara. Hal ini berarti bahwa kedaulatan yang terdapat pada rakyat, bangsa dan negara Indonesia tidak akan terbagi diantara kesatuan-kesatuan pemerintahan.
- Nilai Dasar desentralisasi teritorial. Dalam bidang ketatanegaraan, pemerintah memiliki kewajiban untuk melaksanakan politik desentralisasi dan dekonsentrasi. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang dasar tahun 1945 pasal 18.
Dengan melihat kedua nilai dasar tersebut di atas, maka bisa diartikan bahwa pembentukan daerah otonom dan pelimpahan sebagian wewenang atau kekuasaan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah guna mengatur serta mengurus kekuasaan serta kewenangan tersebut menjadi pusat penyelenggaraan desentralisasi di Indonesia.
4.2 Ketetapan MPR RI No. XV/MPR/1998
Dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat tersebut mengatur tentang penyelenggaraan otonomi daerah dengan memberikan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab di daerah secara proporsional. Hal tersebut diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. Otonomi daerah diselenggarakan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi dan memperhatiakan keanekaragaman daerah.
4.3 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974
Undang-Undang ini berisi tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah. Dalam Bab I Pasal 1 huruf c menyatakan bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan dalam Bab III pasal 4 ayat 1 menyatakan bahwa untuk pelaksanaan otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab, maka pembentukan suatu daerah harus memperhatikan beberapa syarat seperti kemampuan ekonomi, jumlah penduduk, luas daerah, pertahanan dan keamanan nasional, serta syarat-syarat yang lainnya sehingga suatu daerah mampu melaksanakan pembangunan, pembinaan kestabilan politik, serta kesatuan bangsa.
4.4 Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999
Undang-undang ini berisi tentang pemerintahan daerah yang di dalamnya memuat tentang ketentuan umum suatu pemerintahan daerah, pembagian daerah, pembentukan dan susunan daerah, dan lain sebagainya. Adapun visi yang termaktub dalam undang-undang ini adalah :
- Pemerintah pusat terbebaskan dari persoalan-persoalan terkait urusan domestik yaitu dengan jalan melimpahkan urusan-urusan tersebut kepada pemerintah lokal (daerah) agar nantinya pemerintah lokal mampu memberdayakan dirinya secara bertahap guna menangani urusan domestik tersebut
- Pemerintah pusat bisa lebih fokus dalam urusan-urusan makro nasional
- Pemerintah lokal atau daerah bisa lebih berdaya guna dan kreatif
4.5 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004
Prinsip dasar yang termuat dalam Undang-Undang ini memiliki kesamaan dengan undang-undang nomor 22 tahun 1999, yakni otonomi luas dalam rangka demokratisasi, dimana landasan hukumnya adalah pasal 18 UUD tahun 1945 yang telah diamandemen. Undang-undang nomor 32 tahun 2004 ini juga menegaskan tentang sistem pemilihan kepala daerah, dimana rakyat diberi kebebasan untuk memilih sendiri kepala daerah dan wakilnya.
4.6 Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004
Undang-Undang ini berisi tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah yang merupakan suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan efisien dalam rangka pendanaan penyelenggaraan Desentralisasi, dengan memper-timbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, serta besaran pendanaan penyelenggaraan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Namun, Undang-undang ini mengalami beberapa kali perubahan dimana perubahan pertama adalah perpu nomor 3 tahun 2005, dan untuk selanjutnya adalah undang-undang nomor 12 tahun 2008 sebagai perubahan kedua dari undang-undang nomor 33 tahun 2004
4.7 Peraturan pemerintah nomor 38 tahun 2007
Peraturan Pemerintah ini berisi tentang pembagian kewenangan dalam pemerintahan RI, baik itu antara pemerintah pusat, maupun pemerintah daerah propinsi dan Kabupaten. Ini merupakan penjabaran atas pelaksanaan undang-undang nomor 32 tahun 2004 pasal 14 ayat 3, dimana ia menjadi dasar hukum otonomi daerah dalam rangka pelaksanaan kewenangan daerah.
5. TUJUAN OTONOMI DAERAH
Tentunya dalam penyelenggaraan Otonomi Daerah, pemerintah mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai. Berikut ini beberapa tujuan dari pemberian wewenang atau Otonomi Daerah dari pemerintah pusat:
- PELAYANAN KEPADA MASYARAKAT MENJADI SEMAKIN BAIK
Apabila segala macam hal hanya bisa dilakukan dalam pemerintahan pusat, coba bayangkan betapa repotnya orang-orang dan pemerintah itu sendiri. Orang di daerah harus pergi ke Jakarta hanya untuk mengurus dokumen-dokumen sederhana seperti dokumen kependudukan. Bayangkan juga seberapa banyak antriannya jika semua orang di Indonesia ini harus mengurus segala hal dalam satu tempat saja.
Dengan adanya Otonomi Daerah, segala hal bisa menjadi lebih mudah untuk masyarakat. Pemerintah pun lebih mudah dalam melakukan pengontrolan karena sudah dibantu oleh alat-alat kelengkapan yang ada di daerah.
- KEHIDUPAN DEMOKRASI BERKEMBANG
Demokrasi sendiri bisa diartikan penyelenggaraan suatu negara berpusat dari, untuk, dan oleh rakyat. Dengan adanya otonomi, demokrasi lebih mudah untuk diterapkan. Apalagi dengan kondisi wilayah Indonesia yang sangat besar. Jika ada aspirasi dari rakyat semua bisa ditampung di pemerintahan daerah terlebih dahulu untuk selanjutnya bisa disampaikan ke pusat untuk ditindak lanjuti.
- MEWUJUDKAN KEADILAN NASIONAL
Rasanya seperti tidak mungkin untuk mewujudkan keadilan nasional seadil-adilnya di negara ini jika hanya dilakukan oleh pemerintah pusat saja. Berdasarkan latar belakang, geografis, dan masyarakat yang beraneka ragam, untuk mewujudkan keadilan nasional bukan perkara yang mudah.
Dengan adanya Otonomi Daerah, pemerintah daerah bisa lebih terfokus untuk daerahnya masing-masing keadilan seperti apa yang diinginkan dari setiap masing-masing daerah dapat terwujud perlahan-lahan, karena memang antara satu daerah satu dan yang lainnya berbeda. Misalnya, keadilan untuk masyarakat di Yogyakarta akan berbeda dengan rasa keadilan Masyarakat di Papua.
- PEMERATAAN WILAYAH DAERAH
Maksudnya dari pemerataan adalah usaha yang dilakukan pemerintah pusat untuk membuat semua daerah di Indonesia ini tidak timpang jauh antara satu dan yang lainnya. Ini bukan perkara yang mudah. Nyatanya, dalam satu daerah saja belum pasti pembangunannya bisa merata.
Untuk itu, diberikanlah wewenang kepada pemerintahan daerah untuk mengelola daerahnya dan melakukan pemerataan. Meskipun misalnya pembangunan di Kota Kediri akan berbeda dengan Kota Tangerang, tetapi setidaknya pemerintah daerah setempat tahu bagaimana memaksimalkan sumber daya yang ada untuk mensejahterakan masyarakatnya.
- MEMELIHARA HUBUNGAN PUSAT DAN DAERAH DALAM NKRI
Otonomi Daerah memudahkan masyarakat untuk berhubungan dengan pemerintah pusat melalui pemerintahan daerah. Yang mana disini pemerintah daerah akan membantu masyarakat dalam menyampaikan aspirasi rakyat kepada pusat dan sebagai jembatan agar pemerintah pusat dapat memiliki hubungan yang baik dengan masyarakat di berbagai daerah di Indonesia.
- MENINGKATKAN PERAN SERTA MASYARAKAT
Dengan adanya Otonomi Daerah, masyarakat daerah dapat berpartisipasi dalam pengelolaan daerahnya dengan lebih bebas di berbagai bidang. Jadi, segala sesuatu tidak bergantung kepada pusat dan meghindari pengontrolan terlalu banyak dari pemerintahan pusat sehingga masyarakat merasa terkekang di daerah asal mereka sendiri. Masyarakat dan tokoh daerah juga akan merasa lebih diberdayakan.
Tujuan-tujuan di atas diharapkan dapat memenuhi tujuan utama Otonomi Daerah dalam politik, administratif, dan ekonomi. Melalui Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilah Rakyat Daerah diharapkan dapat terwujud untuk Indonesia yang lebih baik dan pembangunan yang lebih merata. Dengan demikian masyarakat akan menjadi lebih sejahtera dan indeks pembangunan manusia juga meningkat.
6. CONTOH OTONOMI DAERAH
Agar Anda mempunyai pemahaman dan mengerti lebih dalam mengenai apa itu Otonomi Daerah serta penyelenggaraannya, simaklah contoh Otonomi Daerah di bawah ini:
6.1 PENETAPAN UPAH MINIMUM REGIONAL
UMR adalah standar gaji terendah yang dianjurkan pemerintah kepada para pengusaha untuk menggaji karyawannya. UMR diperhitungkan berdasarkan biaya hidup di masing-masing daerah. Misalnya saja di Yogyakarta, UMR berada pada kisaran 1,7 juta. Dengan jumlah tersebut di kota pelajar ini seseorang sudah dapat hidup dengan baik dan membayar sewa bulanan.
Di kota lain berbeda jumlah lagi. Jika hal sama diterapkan di daerah lain, maka belum tentu masyarakatnya dapat hidup dengan baik. Misalnya hal sama diterapkan di daerah Jakarta, jumlah tersebut pasti sangatlah kurang, karena UMR disana saja saat ini ada di angka 3,5 juta. Aturan mengenai UMR ini telah diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 01/ MEN / 1999 tentang Upah Minimum.
6.2 PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN
Ada beberapa mata pelajaran yang memang bersifat wajib dan harus diajarkan untuk seluruh siswa di Indonesia. Katakanlah Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, dan Bahasa Indonesia. Akan tetapi, disini pemerintah pusat memberikan kelonggaran kepada pemerintah daerah untuk mengembangkan mata pelajaran apa saja yang bisa ditambahkan dalam pendidikan anak, biasanya disebut dengan muatan lokal.
Misalnya di Jawa Tengah pasti ada tambahan pelajaran Bahasa Jawa, di Jawa Barat ada pelajaran Bahasa Sunda, dan lain sebagainya. Penerapan ini jelas jika diterapkan di daerah yang tidak semestianya akan menjadi masalah. Misalnya, karena pemerintah pusat berada di Jakarta, mereka menetapkan pelajaran Bahasa Betawi wajib untuk seluruh Indonesia. Jelas ini tidak benar. Disinilah peran otonomi.
6.3 PENGGUNAAN APBD
Adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. APBD satu daerah dan yang lainnya bisa berbeda-beda. Tergantung kepada kebutuhan daerah setiap tahun, alokasi umum, dan alokasi khususnya. Pemerintah pusat sudah memberikan keleluasaan untuk apa dana akan dialokasikan asalkan semua yang dibuat oleh pemerintah daerah ada pertanggungjawabannya dan tidak disalah gunakan.
6.4 PENGELOLAAN OBJEK WISATA DAERAH
Pemerintah daerah sudah dibebaskan oleh pemerintah pusat dalam pengelolaan sumber daya yang ada di dalam daerah tersebut. Termasuk wisatanya, dalam praktiknya pemerintah daerah menyerahkan pengelolaan sepenuhnya kepada masyarakat setempat. Pemerintah daerah akan memberikan bantuan jika memang diperlukan.
Hal ini memberi keuntungan kepada masyarakat karena dapat dimanfaatkan untuk menaikkan taraf ekonomi mereka. Selain itu, dengan adanya kunjungan wsata dari orang di berbagai daerah, juga akan membuat UMKM yang berfokus pada sektor pariwisata lebih cepat untuk berkembang.
6.5 PENENTUAN RETRIBUSI
Sering kali tarif retribusi ketika memasuki daerah wisata, parkir, dan yang lainnya antar satu daerah dan yang lainnya ditemukan berbeda-beda. Membayar parkir di kota Solo hanya cukup 2000 rupiah, sedangkan di Bandung sudah dihitung perjam. Perbedaan ini bukan bersumber dari kemauan juru parkir, tetapi peraturan daerah yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah atas wewenang dari pusat.
7. PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DI INDONESIA
7.1 MANAJEMEN HASIL PERIKANAN DI NTB
Hasil perikanan di NTB terkenal sangat tinggi. Pada awalnya, peraturan tentang perairan dan hasilnya dikendalikan oleh pemerintah pusat termasuk pemanfaatannya. Semenjak ada pengaturan desentralisasi di Undang – Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, maka pemerintah daerah NTB membuat peraturan baru yaitu Perda No.15 tahun 2001 tentang manajemen pengelolaan perairan sendiri.
Peraturan tersebut berdampak positif karena pemerintah provinsi bisa mengontrol dan mengelola perairan NTB dengan lebih leluasa, tentunya dengan asas kearifan lokal. Penerapan adat dan peran masyarakat juga semakin banyak.
7.2 PENGEMBANGAN KOTA BANDUNG SEBAGAI SMART CITY
Salah satu wewenang yang diberikan pusat kepada daerah adalah untuk menata kota sendiri. Inilah yang dimanfaatkan oleh Pemerintah Kota Bandung untuk mengembangkan kotanya menjadi Smart City sejak 2014 lalu. Konsep kota ini saling terjalin antara satu yang lainnya seperti penanggulangan sampah, macet, dan pengawasan terhadap vandalism sehingga fasilitas umum terjaga dan terpelihara.
Tentunya regulasi atau aturan otonomi daerah yang sudah disebutkan diatas wajib dipatuhi dan diteladani oleh segenap bangsa Indonesia untuk menjadikan Indonesia menjadi lebih baik.
8. Asas Otonomi Daerah
Penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada asas umum penyelenggaraan negara yang meliputi:
- Asas kepastian hukum yaitu asas yang mementingkan landasan peraturan perundang-undangan dan keadilan dalam penyelenggaraan suatu negara.
- Asas tertib penyelenggara yaitu asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian serta keseimbangan dalam pengendalian penyelenggara negara.
- Asas kepentingan umum yaitu asas yang mengutamakan kesejahteraan umum dengan cara aspiratif, akomodatif, dan selektif.
- Asas keterbukaan yaitu asas yang membuka diri atas hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, serta tidak diskriminatif mengenai penyelenggara negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.
- Asas proporsinalitas yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban.
- Asas profesionalitas yaitu asas yang mengutamakan keadilan yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Asas akuntabilitas yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus bisa dipertanggungjawabkan kepada rakyat atau masyarakat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi suatu negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Asas efisiensi dan efektifitas yaitu asas yang menjamin terselenggaranya kepada masyarakat dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal dan bertanggung jawab.
Adapun tiga asas otonomi daerah yang meliputi:
- Asas desentralisasi yaitu penyerahan wewenang pemerintahan dari pemerintah kepada daerah otonom berdasarkan struktur NKRI.
- Asas dekosentrasi yaitu pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan atau perangkat pusat daerah.
- Asas tugas pembantuan yaitu penugasan oleh pemerintah kepada daerah dan oleh daerah kepada desa dalam melaksanakan tugas tertentu dengan disertai pembiayaan, sarana, dan prasarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkan kepada yang berwenang.
9. Manfaat Otonomi Daerah
Adapun berbagai Manfaat dari otonomi daerah diantaranya adalah :
- Pelaksanaan pembangunan dan sistem pemerintahan dapat dilaksanakan sesuai dengan kepentingan masyarakat di daerah yang bersifat heterogen
- Dapat menyederhanakan jalur birokrasi yang rumit maupun prosedur pemerintah yang begitu terstruktur
- Kebijakan pemerintah dapat dirumuskan dengan lebih realistik
- Dengan adanya desentralisasi, maka akan dapat menimbulkan adanya penetrasi yang jauh lebih baik dari pemerintah pusat ke daerah-daerah yang terpencil sekalipun, dimana seringkali terjadi ketidakpahaman masyarakat tentang program-program pemerintah atau karena terhambat oleh elite lokal, sehingga dukungan masyarakat terhadap program-program pemerintah tersebut menjadi sangat terbatas.
- Adanya representasi yang lebih luas dari golongan politik,etnis, maupun keagamaan di dalam perencanaan pembangunan yang kemudian hal tersebut dapat memperluas kesamaan dalam mengalokasikan sumber daya dan investasi dari pemerintah
- Terciptanya peluang untuk meningkatkan kapasitas teknis maupun managerial bagi pemerintah maupun lembaga-lembaga individu dan masyarakat di daerah
- Jalannya pemerintahan di pusat bisa menjadi lebih efisien karena adanya pelimpahan tugas kepada pejabat di daerah
- Tersedianya struktur dimana berbagai departemen di pemerintah pusat dapat dikoordinasi bersama dengan pejabat daerah dan sejumlah NGOs di berbagai daerah secara efektif. Dengan demikian, pemerintah daerah baik itu propinsi, kabupaten, maupun kota dapat menyediakan basis wilayah koordiansi bagi program-program pemerintah.
- Desentralisasi struktur pemerintah adala hal yang sangat diperlukan guna melembagakan partisipasi dari masyarakat dalam perencanaan serta implementasi program-program pemerintah
- Kegiatan pengawasan terhadap kegiatan yang dilakukan oleh elite lokal yang seringkali tidak memihak terhadap program-program nasional serta tidak sensitif terhadap kebutuhan masyarakat miskin di daerah pedesaan akan semakin meningkat.
- Kegiatan administrasi pemerintahan lebih inovatif, kreatif, dan mudah disesuaikan. Sehingga jika suatu daerah berhasil menjalankan program pemerintahan, maka hal tersebut dapat dicontoh oleh daerah yang lainnya.
- Pemimpin di daerah akan lebih mungkin untuk meningkatkan pelayanan dan fasilitas dengan lebih efektif, dapat mengintegrasikan daerah-daerah yang terisolasi, serta dapat memonitoring dan mengevaluasi implementasi proyek pembangunan dengan lebih baik daripada pejabat pemerintah pusat.
- Stabilitas politik dan kesatuan nasional akan menjadi semakin mantap, yaitu dengan memberikan peluang bagi berbagai golongan masyarakat di daerah untuk ikut serta berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan secara langsung. Dengan demikian kepentingan mereka dalam memelihara sistem politik akan lebih meningkat.
- Persediaan barang-barang dan jasa di tingkat lokal akan semakin meningkat yang diiringi dengan biaya yang jauh lebih rendah.