Sejarah awal UUD 1945
1. Sejarah Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Dari Masa ke Masa
Konstitusi Indonesia adalah Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang berlaku sejak 18 Agustus 1945. Artikel ini akan membahas dan mengurai secara jelas sejarah UUD 1945 mulai dari sejarah terbentuknya, sejarah diberlakukannya, penyimpangan terhadap UUD 1945, sampai amandemen UUD 1945 yang diberlakukan sampai sekarang.
1.1 Proses BPUPKI Dalam Pembentukan UUD
Jepang masuk ke Indonesia menggantikan Pemerintahan Kolonial Belanda pada tahun 1942. Dengan mengaku sebagai “saudara tua” banyak cara dilakukan Jepang untuk menarik simpati rakyat Indonesia. Terutama ketika Jepang mulai mengalami kekalahan di Pasifik pada awal tahun 1945. Badan penyelidik usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BUPKI) dibentuk oleh Pemerintah Kolonial Jepang tanggal 1 Maret 1945 dengan janji kemerdekaan. BPUPKI yang dalam Bahasa Jepang disebut Dokoritsu Junbi Cosakai diumumkan terbentuknya oleh Jenderal Kumakichi Harada.
Setelah satu bulan lebih pengumuman terbentuknya, barulah tanggal 28 April 1945 diresmikan pengurus BPUPKI dan anggota-anggotanya. Peresmian dilakukan di Gedung Cuo Sang In, Pejambon atau Gedung Departemen Luar Negeri sekarang. Ketua BPUPKI yang ditunjuk oleh Jepang adalah dr. Rajiman Widiodiningrat, wakilnya Icibangase, dan sekretarisnya Soeroso. Jumlah anggota BPUPKI dari seluruh Indonesia adalah 63 orang. Beberapa anggota BPUPKI antara lain Drs. Muhammad Hatta, KH Wahid Hasyim, Haji Agus Salim, dan Ir. Sukarno. (Baca juga: Sejarah BPUPKI)
1.2 Penyusunan UUD 1945
BPUPKI didirikan dengan tujuan mempersiapkan Indonesia yang merdeka. Di antara persiapan-persiapan tersebut adalah penyusunan rancangan dasar negara dan undang-undang dasar. Tahapan-tahapan sampai disusunnya rancangan undang-undang dasar untuk Indonesia merdeka adalah sebagai berikut :
1). Sidang BPUPKI I
BPUPKI selama dibentuk melakukan dua kali persidangan. Persidangan pertama, 29 Mei sampai 1 Juni 1945. Sidang ini membahas penyusunan dan pembentukan dasar negara. Pada sidang ini ada tokoh perumusan pancasila Mr. Mohammad Yamin, Soepomo, dan Ir Soekarno mengajukan usulan yang hampir mirip, yaitu lima dasar negara. Kemudian pada tanggal 1 Juni, Ir Sukarno menamakan rancangan dasar negaranya sebagai Pancasila. Sekarang, 1 Juni dikenal sebagai hari lahir Pancasila.
2). Panitia Sembilan
Masa persidangan BPUPKI yang pertama sampai berakhirnya belum berhasil merumuskan dasar negara Indonesia. Sidang ini reses (istirahat) selama satu bulan. Untuk menyelesaikan perumusan dasar negara, maka dibentuk Panitia Sembilan yang bertugas membuat rancangannya. Disebut Panitia Sembilan, karena anggotanya terdiri dari Sembilan tokoh BPUPKI, yaitu Ir. Sukarno sebagai ketua, Abduk Kahar Muzakkar, A.A Maramis, Drs. Mohammad Hatta, Abikusno Cokrosuryo, KH. Wahid Hasyim, Mr. Mohammad Yamin, dan Ahmad Subardjo.
Panitia Sembilan bekerja dengan sangat terorganisir dan cerdas. Sehingga pada tanggal 22 Juni 1945 berhasil membuat rumusan dasar negara (Pancasila) untuk Indonesia merdeka. Rumusan dasar negara tersebut oleh Mr. Mohammad Yamin disebut sebagai Piagam Jakarta atau Jakarta Chartered. Isi Piagam Jakarta tersebut kita kenal sekarang sebagai Pembukaan UUD 1945 dari alinea pertama sampai keempat, dengan perbaikan bahasa dan perubahan bunyi sila pertama dari dasar negara Pancasila. (baca juga: Konstitusi Republik Indonesia Serikat)
3). Sidang BPUPKI II
Setelah masa reses dari sidang BPUPKI yang pertama selama sekitar satu bulan, BPUPKI mengadakan sidang yang kedua pada tanggal 10 Juli sampai 16 Juli 1945. Sidang kedua BPUPKI membahas rancangan undang-undang dasar yang akan digunakan Indonesia merdeka. Untuk memperlancar pembahasan sidang. maka pada sidang kali ini langsung dibentuk Panitia Perancang Undang-Undang Dasar yang diketuai oleh Ir Soekarno. Kemudian panitia tersebut membentuk panitia yang lebih kecil dengan anggota tujuh orang untuk membuat rancangan undang-undang. Anggota panitia yang lebih kecil ini adalah Mr.Supomo sebagai ketua, Wongsonegoro, Ahmad Subardjo, Singgih, H. Agus Salim, dan Sukirman.
Panitia kecil berhasil menyusun rancangan undang-undang dasar Indonesia merdeka. Rancangan undang-undang dasar yang dihasilkan panitia kecil ini disempurnakan/diperhalus bahasanya oleh Panitia Penghalus Bahasa. Panitia yang menyempurnakan dan memperhalus bahasa dalam rancangan undang-undang dasar yang dibuat terdiri atas Husein Jayadiningrat, H. Agus Salim, dan Mr Supomo. Setelah disempurnakan oleh Panitia Penghalus Bahasa, pada tanggal 14 Juli 1945 Ir Sukarno melaporkan hasil kerja panitianya di depan sidang BPUPKI II. Dalam laporan tersebut, Ir Sukarno membagi rancangan undang-undang dasar menjadi tiga bagian, yaitu pernyataan Indonesia merdeka, pembukaan undang-undang dasar, dan batang tubuh undang-undang dasar. Dan hari terakhir sidang, 17 Juli 1945, rancangan undang-undang dasar resmi diterima oleh Sidang Pleno BPUPKI.
1.3 Proses Persidangan PPKI Dalam Pembentukan UUD
Gerakan BPUPKI dianggap terlalu cepat ingin Indonesia yang merdeka. Maka Pemerintah Jepang , 7 Agustus 1945 BPUPKI membubarkan dan menggantinya dengan PPKI, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau Dokoritsu Junbi Inkai dalam Bahasa Jepang. Jepang menunjuk Ir Sukarno sebagai ketua dan Drs. Mohammad Hatta sebagai wakilnya. Kepada kedua tokoh ini, Jepang menjanjikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 24 Agustus 1945. Janji itu diberikan saat dipanggil ke Dalat, Vietnam, 12 Agustus 1945, oleh Jendral Terauchi mewakili Pemerintah Jepang.
1.4 Pengesahan UUD 1945
Setelah Jepang menyerah pada sekutu, di Indonesia terjadi kekosongan kekuasan. Golongan pemuda berhasil mendesak Ir Sukarno dan Muhammad Hatta untuk memproklamirkan kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945, di Jl Pegangsaan Timur Nomor 56, Jakarta. Sejarah Kemerdekaan Indonesia dimulai pada saat pembacaan proklamasi. Proklamasi merupakan langkah awal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk melengkapi syarat ketatanegaraan dan mengatur NKRI yang wilayahnya begitu luas, yaitu seluruh wilayah bekas jajahan Hindia
Sidang PPKI, 18 Agustus 1945, menghasilkan beberapa keputusan. Salah satu keputusannya adalah mengesahkan undang-undang dasar bagi Indonesia merdeka. Undang-undang dasar yang disahkan ini sampai sekarang dikenal dengan sebutan UUD 1945. Bagian UUD 1945 yang disahkan yaitu:
- Pembukaan UUD 1945, pembukaan UUD 1945, diambil dari naskah Piagam Jakarta dengan sedikit penyesuaian bahasa dan perubahan pada dasar negara Indonesia sila pertama. Sila pertama yang awalnya berbunyi Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, atau usul Drs. Mohammad Hatta diubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa. Pembukaan UUD 1945 ini sudah lengkap berisi pernyataan kemerdekaan Indonesia dan dasar negara Indonesia, Pancasila. Ada 4 alinea dan pokok pikiran dalam pembukaan UUD 1945
- Batang Tubuh UUD 1945, batang tubuh UUD 1945 ikut disahkan langsung oleh PPKI, 18 Agustus 1945. Batang tubuh ini mengambil dari rancangan undang-undang dasar yang telah disusun oleh BPUPKI, 17 Juli 1945.
Pengesahan UUD 1945 dikukuhkan kembali oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada sidangnya yang pertama, yaitu 29 Agustus 1945. Dengan demikian, Indonesia sudah menetapkan Pancasila sebagai dasar negara dan UUD 1945 yang sesuai dengan kepribadian bangsa.
1.5 Pelaksanaan UUD 1945
Selama kurun waktu Indonesia merdeka sampai sekarang, sejarah UUD 1945 mengalami pasang surut. Terjadi penyimpangan-penyimpangan dari masa ke masa, sampai akhirnya terjadi amandemen UUD 1954 yang kita pakai saat ini. Tahapan atau periode pelaksanaan UUD 1945 secara berurutan diuraikan dalam tahapan konsitusi yang pernah berlaku di Indonesia, di bawah ini.
a. Periode 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949
Sejak disahkannya, 18 Agustus 1945, UUD 1945 belum bisa dilaksanakan sepenuhnya. Ini terjadi karena kondisi Indonesia yang sedang berada dalam masa peralihan, sehingga banyak hal yang masih harus dibenahi oleh pemerintah Indonesia. Selain itu, Indonesia juga disibukkan oleh perjuangan mempertahankan kemerdekaan.
Beberapa hal yang belum sesuai dengan UUD 1945 pada periode ini adalah:
- Belum adanya lembaga legislatif di negara, sehingga presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintah mempunyai wewenang yang sangat luas. Baru kemudian, 16 Oktober 1945, dikeluarkan Maklumat Presiden Nomor X yang memutuskan bahwa KNIP diberi kekuasaan legislatif selama MPR dan DPR belum dibentuk.
- Sistem pemerintahan presidensil diganti dengan sistem pemerintahan semi presidensil (semi parlementer), pada tanggal 14 November 1945.
b. Periode 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950 (UUD RIS)
Sebulan setelah Konfrensi Meja Bundar, yang dihadiri perwakilan Indonesia, Belanda, Negara Boneka Belanda, dan PBB ditandatangani pendirian negara Republik Indonesia Serikat (RIS), 27 Desember 1949. Mengikuti berdirinya negara RIS, undang-undang yang berlaku adalah UUD RIS. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi-bagi menjadi beberapa negara bagian. Indonesia yang dipimpin oleh Presiden Sukarno hanya meliputi Pulau Jawa dan beberapa wilayah Sumatra.
c. Periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959 (UUDS 1950)
Republik Indonesia Serikat tidak berlangsung lama. Dalam kronologi pembukaan UUD RIS, Sedikit demi sedikit beberapa wilayah negaranya bergabung dengan wilayah Republik Indonesia. Sampai akhirnya, 17 Agustus 1950, diperingatan HUT RI yang kelima, semua negara bagian RI memutuskan kembali bergabung menjadi NKRI. Usaha Belanda untuk memecah belah dan kembali menguasai Indonesia mengalami kegagalan. Rakyat Indonesia tetap berkeinginan di bawah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Namun, kembalinya Indonesia menjadi negara kesatuan republik tidak menyebabkan UUD 1945 langsung berlaku dan digunakan kembali. Presiden memutuskan menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) dan membentuk Konstituante untuk membuat undang-undang dasar baru. Karena UUDS berlaku sejak tahun 1950, maka lebih dikenal dengan sebutan UUDS 1950.
Pada masa ini terjadi kekacuan, antara lain :
- UUDS memberlakukan demokrasi parlementer yang mengarah pada demokrasi liberal. Akibatnya kabinet sering berganti dan pembangunan menjadi tersendat.
- Presiden menjadi lembaga pemerintah satu-satunya yang tidak dapat diganggu gugat.
Konstituante yang dibentuk untuk menyusun undang-undang baru gagal melaksnakan tugasnya. - Unntuk menyelematkan negara yang sudah dalam kondisi genting, Presiden mengeluarkan Dekrit, 5 Juli 1959. Isi dari Dekrit Presiden mengumumkan berlakunya kembali UUD 1945 dan UUDS 1950 tidak digunakan lagi,
d. Periode 5 Juli 1959 – 1966 (Masa Pemerintahan Orde Lama)
Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Indonesia kembali melaksanakan UUD 1945. Presiden membubarkan Konstituante, membentuk DPRS, MPRS, dan MA. Namun pada pelaksanaanya masih banyak terjadi penyimpangan. Pemerintahan masa ini disebut sistem pemerintaha orde lama yang mempunyai ciri demokrasi terpimpin, bukan demokrasi pancasila. Di antara penyimpangan-penyimpangan terhadap UUD 1945 pada masa ini, yaitu:
- Diangkatnya ketua DPRS, MPRS, dan ketua MA sekaligus sebagai menteri negara.
- Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif dapat membuat UU tanpa persetujuan DPR
- Presiden sebagai kepala negara juga merupakan ketua DPAS
MPR menetapkan Presiden Sukarno menjadi presiden seumur hidup. - Pidato Presiden Sukarno yang berjudul Penemuan Kembali Revolusi Kita (Manifesto Politik), 17 Agustus 1950, dijadikan sebagai Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Padahal fungsi GBHN dalam pembangunan nasional sangatlah strategis.
- Pada tahun 1960, DPRS tidak menyetujui Rancangan Anggaran Belanja Negara (RABN) yang diajukan pemerintah. Akibatnya Presiden membubarkan DPRS dan menggantinya dengan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong royong (DPR-GR).
- Kekuasaan Presiden tidak terbatas dan tidak dapat diganggu gugat.
Penyimpangan-penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945 membuat situasi negara tidak terkendali. Berbagai pemberontakan terjadi. Puncaknya adalah Pemberontakan yang kemudian dikenal dengan Gerakan 30 September 1965 (pemberontakan G30S / PKI).
e. Periode 1966 – 1998 (Masa Pemerintahan Orde Baru)
Pemberontakan G30S/PKI membuat situasi bertambah darurat. Persediaan barang kebutuhan pokok terb atas dan harga yang menjulang tinggi. Pada tanggal 11 Maret 1966, Presiden menyerahkan kekuasaan kepada Letnan Jendral Suharto, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Kostrad Angkatan Darat. Surat penyerahan kekuasaan tersebut dikenal dengan sebutan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar), yang menandai lahirnya kekuasaan Orde baru. Supersemar menjadi pemerintahan orde baru. Pemerintahan Orde Baru, pada awalnya bertekad akan menjalankan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Hal ini dibuktikan dengan pembentukan lembaga-lembaga pemerintah yang tidak lagi sementara dan dilanjutkan dengan diselenggrakannya Pemilu pertama mas Orde Baru, tahun 1969.
Namun, pada kenyataannya, tidak jauh berbeda dengan masa pemerintahan Orde Lama, masa pemerintahan Orde Baru juga melakukan banyak penyimpangan terhadap UUD 1945. Penyimpangan-penyimpangan tersebut, antara lain :
- Pemusatan kekuasaan di tangan presiden, di mana lembaga-lembaga negara yang ada dikendalikan oleh Presiden.
- Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang mementingkan kepentingan pribadi dan golongan di atas kepentingan negara merajalela.
- Kebebasan pers dibelenggu. Pers yang tidak sejalan dengan pemerintah akan dibekukan surat ijinnya.
- Pembatasan hak-hak politik rakyat dengan hanya mengijinkan adanya 3 partai politik, yaitu PPP, Golkar, dan PDIP.
Masa pemerintahan Orde Baru berakhir dengan demonstrasi besar-besaran dari mahasiswa. Mahasiswa yang berdemo menuntut refoemasi di segala bidang berakhir dengan mundurnya Presiden Suharto sebagai presiden, 21 Mei 1998.
f. Periode 21 Mei 1998 – 19 Oktober 1999
Sejarah UUD dari periode ini dikenal sebagai masa transisi ke masa reformasi. Wakil presiden BJ Habibie diangkat menjadi Presiden menggantikan Presiden Suharto. Pelaksanaan UUD 1945 masa ini diguncang dengan lepasnya wilayah timor Timur dari NKRI.
g. Periode 19 Oktober 1999 sampai sekarang (Masa Reformasi)
Aksi mahasiswa tahun 1998 yang melahirkan reformasi, salah satu tuntutannya adalah perubahan terhadap UUD 1945. Mereka beranggapan bahwa UUD 1945 yang ada menyebabkan banyak peluang penyimpangan. Masa ini ingin menerapkan demokrasi era reformasi. Maka, sejak masa ini UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan yang dikenal dengan amandemen UUD 1945.
1.5 Amandemen UUD 1945
Sesuai tuntutan reformasi, dilakukan perubahan terhadap UUD 1945. Tujuan amandemen UUD 1945, antara lain :
- Merubah struktur kekuasaan yang ada pada UUD 1945 agar tidak berpusat pada satu lembaga negara
- Menyesuaikan dengan perkembangan zaman.
- Menyempurnakan pasal-pasal yang belum jelas aturannya
Amandemen UUD 1945 dilakukan dengan kesepakatan, yaitu :
- Tidak mengubah bentuk negara kesatuan (NKRI) dan sistem pemerintahan presidensil
- Tidak akan mengubah Pembukaan UUD 1945 dan menghapus bagian penjelasan
- Amandemen dilakukan dengan tetap mempertahankan naskah asli (adendum).
Amandemen UUD 1945 dilakukan sebanyak 4 kali, yaitu tahun 1999,2000,2001,dan 2002 (dapat dibaca di artikel peridode konstitusi di Indonesia). Perubahan yang terjadi antara lain :
- Perubahan terhadap lembaga-lembaga negara dan pembagian kekuasannya. Lembaga DPA dihapuskan dan adanya lembaga baru, yaitu Mahkamah Konsitusi (MK) dan Komisi Yudisial (KY).
- Pasal-pasal lebih rinci tentang hubungan negara dengan warga negara.
- Pasal-pasal lebih rinci tentang pemerintah pusat dan pemerintah daerah
- Pasal-pasal lebih rinci tentang pelaksanaan hak asasi manusia di Indonesia.